I. GEREJA, POLITIK DAN PARTAI POLITIK
Mengapa dan bagaimana sikap politik gereja dalam konteks politik saat ini yaitu di era multi partai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita menyamakan persepsi tentang gereja, politik dan partai politik.
- · Gereja (dan warga gereja)
Umumnya kita mendefinisikan gereja sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Dalam Alkitab gambaran yang tentang Gereja dapat dilihat misalnya dalam I Petrus 2 :9 : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, immamat yang rajani, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu membritakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” .
Jadi gereja adalah persekutuan umat yang percaya kepadaNya yang telah dipanggil untuk keluar dari gelap menuju terang. Hal mana juga merupakan peringatan bahwa dunia yang kita diami adalah dunia yang gelap.
Dalam praktek, Istilah gereja sering diartikan sebagai institusi atau dalam pengertian umat/warga gereja. Untuknya dalam uraian singkat ini, akan digunakan istilah “gereja” yang menunjuk pada instirusi dan “warga gereja” yang menunjuk pada umat.
- · Politik
Pada umunya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu (Budiardjo, 2007). Konsep-konsep pokok dalam politik yaitu: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy, beleid), pembagian (distribution) atau alokasi (alloccation).
- · Gereja dan Politik:
Kita orang percaya mengakui bahwa Allah memerintah dunia dalam Kristus dan tuntunan Roh Kudus dengan membangun Kerajaan Allah atau Pemerintahan Allah terhadap seluruh ciptaan. Gereja ialah persekutuan yang dipanggil Tuhan menjadi Bangsa Allah dan tubuh Kristus, dipanggil untuk turut melakukan pembaharuan kerajaan Allah secara langsung. Tugas gereja adalah mendirikan tanda-tanda kerajaan Allah. Adapun ciri-ciri Kerajaan Allah menurut Malcolm Brownlee adalah: kasih, keadilan dan damai sejahtera (shalom). Bagaimana mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah di dalam dunia, itulah yang menjadi tugas antara gereja dan warga gereja. Untuk mewujudkan itu maka mau tidak mau, gereja dan warga gereja harus berhubungan dengan politik. Jadi politik itu bukanlah bidang yang tabu atau haram bagi gereja dan warga gereja. Justru menjadi tugas gereja untuk mewujudkan kediriannya sebagai gereja untuk menerangi kehidupan di bidang politik menuju terwujudnya kasih, keadilan dan shalom.
De politieke verantwoordelijkheid van de kerk, NHK (1964) menyebut 3 tugas gereja dalam bidang politik:
- Doa syafaat politik
- Pemeliharaan pastoral politik
- Profesi atau kenabian politik, dan oleh Notohamijoyo ditambahkan juga,
- Ajaran politik
- · Definisi dan Fungsi Partai Politik (Parpol)
Untuk turut serta menentukan kebijakan-kebijakan politik, struktur politik negara, mendapatkan kekuasaan, dalam sistem politik kita, diperlukan Partai Politik. Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang angota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan mereka. Menurut UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan umum Parpol (pasal 10 ayat 1 UU No 2 thn 2008):
- Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945;
- Menjaga dan memelihara keutuhan NKRI;
- Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam NKRI;
- Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia;
Tujuan khusus Parpol (pasal 10 ayat 2 UU No 2 tahun 2008):
- Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
- Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
- Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Fungsi Partai politik menurut Budiarjo (2007):
- Sebagai sarana komunikasi politik
- Sarana sosialisasi politik
- Sarana rekruitment politik
- Sarana pengatur konflik
Menurut pasal 11 ayat 1 UU No 2 tahun 2008 , fungsi Parpol adalah sebagai sarana:
a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender;
- Gerakan (Movement) dan Kelompok penekan (pressure group)
Selain melalui parpol partisipasi politik juga sering disalurkan melalui ‘gerakan’. Suatu gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga politik atau kadang-kadang malahan ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara politik. Dibanding parpol, gerakan mempunyai tujuan yang lebih terbatas dan fundamentil sifatnya dan kadang-kadang malahan bersifat ideologis.
Kelompok penekan / kelompok kepentingan (interest group) bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dan mempengaruhi lembaga0lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan.
II. MENCARI FORMAT SIKAP POLITIK GEREJA: Konteks Kekinian dan Beberapa Alternatif
Untuk merumuskan bagaimana sikap politik Gereja (dan warga gereja), maka konteks kekinian yang menjadi medan gumul perlu diperhatikan. Jika yang kita maksudkan saat ini adalah konteks atau era multipartai maka konteks tersebut haruslah dicermati.
Sesungguhnya era multi partai bukan baru kali ini kita hadapi. Artinya bukan barang baru lagi bagi kita. Sehingga yang perlu mungkin adalah sikap baru terhadap konteks multi partai. Pemilu 2004 lalu, kita telah masuk dalam era multi partai. Dengan pengalaman 2004 maka sebenarnya lebih menguntungkan bagi kita untuk menentukan sikap, karena pengalaman-pengalaman yang ada.
Kalau begitu, maka perlu kiranya dalam diskusi ini kita melakukan evaluasi melalui curah pendapat: mengevaluasi sikap gereja terhadap era multi partai, sejauh mana sikap tersebut efektif dalam mencapai tujuan gereja di bidang politik, apa kendala-kendala yang ditemui, dan apa kira-kira sikap atau bentuk partisipasi yang paling efektif. Bagaimana juga peran para wakil gereja / warga gereja yang menempati posisi strategis di pemerintahan dan legislatif ??
Dalam pandangan saya, posisi tawar (bergaining) politik Kristen pasca Pemilu 2004 di era multi Partai masih agak lemah. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diskriminatif yang agak sulit dibendung melalui struktur politik di tingkat nasional. Fragmentasi mayoritas-minoritas masih sangat kuat, yangmana fragmentasi tersebut justru semakin melemahkan kita sebagai minoritas di negeri ini.
Meskipun sebenarnya dalam Pemilu 2004 Partai kristen (Partai Damai Sejahtera) cukup membuat kejutan dengan meraup 13 kursi DPR-RI dengan tabungan suara 2.424.654 suara (2,14%) dan menempati urutan 9 dari 24 partai peserta Pemilu. Namun dari total kursi DPR, PDS sebagai Partai Kristen juga tidak bisa berbuat banyak. Selain melalui partai Kristen, aspirasi Kristen / Gereja juga disalurkan lewat partai-partai besar, karena kita juga menempatkan warga gereja dalam gerbong Partai yang nasionalis (PG, PDIP, PD). Namun demikian jumlah wakil kita di lembaga legislatif (DPR-RI) juga kurang signifikan.
Sebenarnya, meskipun dari segi kuantitas, kita kalah, namun kalau kualitas wakil kita (gereja) cukup kuat, maka pasti kekuatan politik kristen bisa “mewarnai” dan “menggarami” pentas politik nasional. Namun, dewasa ini banyak keluhan dan problematika yang dihadapi misalnya saja pertentangan dalam partai Kristen maupun kritikan terhadap kualitas baik leadership, moralitas maupun skill dari kader-kader Kristen yang cenderung muncul secara instan sehingga kurang matang dalam performance politik.
Hal lainnya yang perlu dicermati saat ini, adalah kuatnya faktor figur dalam pencalonan anggota legislatif. Persoalan kita adalah: seberapa kuat dan signifikan gereja mampu mendidik figur-figur yang bisa diharapkan untuk tampil di pentas politik ? Saya belum melihat usaha sistematis dari institusi gereja untuk menyiapkan kader ke pentas politis. Kalaupun ada menurut saya, hal itu masih jauh dari ‘sistematis’.
Dengan kondisi sekarang ini, bagaimana sebaiknya gereja bersikap ?
Memperhatikan kondisi politik sekarang dan juga mencoba memahami tugas dan panggilan gereja serta kepentingan gereja, maka secara strategis menurut hemat saya, ada beberapa pilihan strategis yang dapat di”main”kan gereja baik secara institusi ataupun warga gereja.
1. Doa syafaat politik. Mendoakan proses politik maupun aktifitas pemerintahan.
2. Pastoral politik. Senantiasa melakukan pendampingan kepada warga gereja yang terjun di pentas politik agar supaya tetap mengacu pada prinsip Pemerintahan Allah / Kerajaan Allah, dimana kehendak Tuhanlah - sebagai Raja di atas segala raja - yang menjadi acuan dalam sikap dan proses politik. Alkitab sebenarnya telah menunjukan pembagian tugas sebagai pastor dan tugas sebagai umat atau warga gereja (band. Ef. 4:11,12), ibarat sutradara dan aktor. Namun seringkali sutradara juga ingin menjadi aktor. Terjadilah banyak pendeta ingin terjun langsung berpolitik.
3. Profesi politik. Ini adalah tanggung jawab warga gereja yang terjun langsung dalam politik praktis. Dalam era multi partai, terbuka banyak peluang bagi kita untuk menempatkan kader Kristen di pentas politik. Alangkah baiknya jika peluang itu diraih dengan merebut posisi-posisi strategis. Tapi persoalannya: seberapa banyak kader yang disiapkan gereja ???
Partai dapat menjadi alat perjuangan politik warga gereja (tidak harus partai Kristen). Sesuai fungsinya maka kita dapat memanfaatkan proses agregasi politik untuk melahirkan kebijakan politik atau agenda politik yang sesuai dengan kepentingan Kristen / gereja yaitu yang menghamba kepada kehendak Tuhannya.
4. Suara kenabian gereja. Dalam konteks ini gereja harus menjadi sebuah movement untuk menyatakan hal-hal yang menurut gereja tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Ya katakan ya, tidak katakan tidak !!! Gereja harus berada dalam posisi sosial control terhadap negara / pemerintah untuk menyatakan keadilan dan kebenaran, mengangakat yang lemah mewujudkan kesejahteraan.
5. Ajaran politik. Dogma politik gereja harus benar-benar jelas dan di”darat”kan kepada umat / warga gereja. Agar supaya warga gereja tidak salah langkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar