Ada sebuah kisah tentang Kapal Titanic. Kapal yang besar dan megah di masanya. Kapal yang dianggap paling besar, paling kuat, paling megah, paling hebat ! Tak seorangpun meragukan kemampuan dari kapal tersebut. Tak ada yang berpikiran bahwa kapal yang hebat tersebut suatu saat akan tenggelam. Tak ada yang memusingkan diri dengan hal tersebut. Dalam perjalanan tersebut, orang – orang sibuk dengan kesenangan bahkan pesta. Namun apa yang terjadi ? Suatu saat kapal mengalami masalah akibat bongkahan es di laut, kapal sudah mulai tenggelam perlahan namun orang masih sibuk dengan urusan kesenangan masing-masing. Hingga akhirnya kapal pun tenggelam dengan korban jiwa yang besar.
Dalam hubungan dengan topik bahasan kita, pandangan orang-orang terhadap kapal Titanic ini sama dengan cara pandang kita terhadap bumi atau lingkungan hidup kita.
Manusia telah sekian lama menganggap bumi ini sedemikian tangguh dengan segala proses alamnya. Kita merasa bumi ini demikian besar dan begitu jauh dari kesan kerapuhan. Kita merasa bumi sangat mampu menampung sejumlah besar manusia dan kita menganggap bumi kita demikian hebatnya, dan karenanya tak akan mungkin “tenggelam” seperti keyakinan para petinggi dan orang-orang pintar dalam kisah kapal Titanic di atas.
Padahal paradigma tersebut merupakan paradigma yang kurang tepat. Bumi kita memang besar dan luas, namun dia punya keterbatasan. Bumi kita punya “limit” yang mampu didukungnya. Limit tersebut kemudian dikenal sebagai batas toleransi dan kemampuan lingkungan mendukung segala perubahan dalam lingkungannya dikenal dengan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Melampaui limit tersebut, bumi (lingkungan hidup) kita akan terganggu keseimbangannya (homeostatis).
Karenanya, bumi kita membutuhkan sebuah tindakan pemilharaan. Namun sebuah tindakan itu membutuhkan perubahan paradigma. Sikap dan tindakan kita terhadap lingkungan hidup akan sangat tergantung pada paradigma yang terbangun dalam pikiran kita. Semoga perubahan paradigma itu akan terwujud atau makin mewujud disini untuk sebuah rajutan aksi penyelamatan bumi... Sebuah peran pelayanan bagi keutuhan ciptaan (integrity of creation).
Seperti Apa Kondisi Kekinian Lingkungan Kita ?
Kesadaran akan ancaman terhadap Lingkungan Hidup kita dewasa telah semakin berkembang. Lingkungan hidup menjadi salah satu isu yang mendapat perhatian luas. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya daftar masalah lingkungan dalam skala global maupun lokal.
Secara global masalah lingkungan hidup yang mendapat perhatian serius saat ini adalah pemanasan global dan perubahan iklim (global warming and climate change). Pemanasan global terjadi karena terperangkapnya gelombang panas yang dipantulkan kembali bumi di atmosfer oleh gas rumah kaca (GRK). Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah Efek Rumah Kaca (Green House Effect).
Posisi Indonesia dalam pengelolaan Lingkungan hidup secara global, cukup memprihatinkan. Indonesia menduduki peringkat ke 4 (empat) dari 10 negara paling buruk dampak lingkungan, menurut indeks dampak lingkungan absolut – yang mengukur total degradasi lingkungan di Indonesia dibandingkan skala global. Peringkat ini masih lebih baik dibandingkan 3 (tiga) negara dengan dampak lingkungan terburuk yaitu Brasil, Amerika Serikat dan China. Tetapi, sebanding dengan indeks kinerja lingkungan hidup Indonesia oleh EPI (Environment Performance Index), yang berada di peringkat 134 dari 163 negara di dunia. Posisi keempat dalam pemeringkatan ini, karena Indonesia dinilai mengalami kerusakan lingkungan cukup berarti, yang ditunjukkannya: sebagai negara ke-2 (kedua) terbesar dalam hal kehilangan hutan alam, ke-3 (ketiga) terbesar untuk penghasil emisi CO2, peringkat ke-6 (keenam) masing-masing untuk perburuan laut dan penggunaan pupuk serta peringkat ke-7 (ketujuh) untuk polusi air.
Data di atas adalah hasil suatu kajian “Evaluating the Relative Environmental Impact of Countries” , dengan menggunakan 7 (tujuh) indikator degradasi lingkungan, yaitu kehilangan hutan alam; konversi habitat; perburuan laut; penggunaan pupuk; polusi air; emisi karbon dan ancaman terhadap satwa liar. Pemeringkatan ini dilakukan oleh tim kerja-sama antara the National University of Singapore, Adelaide University dan Princeton University dan diterbitkan di jurnal PLoS ONE. Dari 228 negara, telah dipilih dan dinilai 171 negara dengan hasil peringkat “10 besar” dampak lingkungan absolut terburuk adalah: Brasil; Amerika Serikat; Cina; Indonesia; Jepang; Meksiko; India; Rusia; Australia; dan Peru.
Masalah Lingkungan Lokal
Dengan hasil ini, menjadi gambaran betapa lingkungan hidup masih menjadi problema besar bagi Indonesia. Jika kita tarik dalam konteks lokal, maka kita pasti akan menemui problema-problema lingkungan di sekitar kita, sebut saja: masalah dampak pertambangan, eutrofikasi danau Tondano, penebangan hutan dan over exploitasi lainnya, pengelolaan sampah, pencemaran sungai dan lain sebagainya.
Masalah-masalah tersebut harus dicarikan solusinya, jika kita tidak ingin lingkungan yang menjadi berkat bagi kita, kemudian menjadi sumber malapetaka kehidupan.
strategi pelayanan bidang lingkungan paling tidak mampu memetakan terlebih dahulu permasalahan di medan layanan yaitu ekosistem. Konsep ekosistem include didalamnya adalah gereja dan pemerintah bahkan pihak pemegang kapital (modal) atau sering dikenal dengan istilah manis “investor”.
Untuk membantu, penulis mencoba mengklasifikasi permasalahan lingkungan sebagai berikut:
a. Klasifikasi berdasarkan habitat fisik
- Masalah pada ekosistem perairan (aquatic ecosystem) à pencemaran laut, eutrofikasi danau dll
- Masalah pada ekosistem daratan (terresterial ecosystem)
- Masalah udara
b. Klasifikasi berdasarkan “eko-administrasi pemerintahan”
- Masalah lingkungan perkotaan
- Masalah lingkungan pedesaan
c. Klasifikasi berdasarkan sumber masalah
- Alam
- Kesadaran / perilaku masyarakat
- Investasi / industri
- Kebijakan dan regulasi lingkungan hidup
d. Klasifikasi berdasarkan level struktur
- Masalah oleh masyarakat
- Masalah oleh pemerintah
Langkah Praktis Mengorganisir Gerakan Pelestarian Lingkungan Oleh Komunitas Gereja
Berikut ini ditawarkan langkah praktis menggagas dan mengorganisir usaha pelestarian lingkungan hidup (format alternatif ibadah tindak lanjut ekologis).
1. Pendalaman Alkitabiah
2. Identifikasi masalah
Bisa menggunakan klasifikasi di atas. Masalah bisa berbeda sesuai dengan kondisi jemaat dan ruang lingkup kerja atau sasaran program
3. Analisis masalah (dan analisis organisatoris)
Masalah bisa dianalisis dengan format “pohon masalah” yang menganalisis dari “buah” = fenomena, dampak hingga “akar” =penyebab masalah
Analisis organisasi untuk mengidentifikasi posisi organisasi dan tantangan – peluang eksternal
4. Menetapkan sasaran / tujuan (yang terukur)
5. Menetapkan strategi (metode mencapai sasaran sesuai dengan analisis masalah dan analisis organisasi)
6. Merencanakan langkah taktis (rencana aksi termasuk pendelegasian / pengorganisasian team work)
7. Follow up (pelaksanaan) dan pemantauan
8. Evaluasi
9. Re-planning dan sustainability (keberlanjutan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar