Tondano - Tou Minahasa kini memiliki media kebudayaan yang fokus pada publikasi kekayaan kebudayaan Minahasa. Majalah “Waleta Minahasa” diluncurkan Jumat (7/5/2010) bertempat di hotel Tou Dano, Tondano- Minahasa. Hadir dalam kegiatan yang juga dirangkaikan dengan diskusi budaya bertajuk “Membongkar Sentralisme dan Imprealisme” ini sejumlah tokoh Minahasa, budayawan, sastrawan dan aktivis mahasiswa.
Dokter Bert Supit, tokoh Minahasa yang konsern dengan kebudayaan Minahasa menyatakan apreasiasinya atas terbitanya majalah Waleta Minahasa. Tapi, dia mengingatkan agar majalah ini tidak hanya sesaat. “Saya juga pernah berkecimpung dalam penerbitan media. Dulu saya punya media cetak yang fokus pada politik keminahasaan. Namun, idealisme ternyata tidak cukup. Harus juga diimbangi dengan manajemen pemasarannya,” ujar Supit berapi-api.
Majalah Waleta Minahasa memfokuskan materi peneribatannya pada nilai, simbol, sejarah dan serta kekayaan alam Minahasa. Majalah Waleta Minahasa menyediakan ruang sastra dan seni. Terbit sebulan sekali, redaksi majalah Waleta Minahasa berkomitmen untuk menjadi majalah kebudayaan Minahasa nantinya dapat menjadi refrensi kebudayaan Minahasa.
Prof. Johny Weol, Ketua Forum Buku Sulut mengatakan, majalah Waleta Minahasa menurutnya majalah budaya yang terpadat dan memiliki gaya khas dalam penyajiannya. “Ini majalah yang menurut saya luar biasa bagus. Padat isinya dan penyajiannya juga menarik. Terlebih isi materinya yang kita sebagai tou Minahasa sudah menantikannya dari lama,” ujarnya.
Pemred Majalah Waleta Minahasa Meidy Tinangon mengatakan, majalah ini hadir dari komitmen bersama antara dua kelompok gerakan anak muda Minahasa untuk menghadirkan media bagi tou Minahasa. “Ini adalah satu bentuk kongkrit kami dalam usaha menggali dan mengembangkan nilai-nilai Minahasa. Media penting sebagai alat perlawanan terhadap imprealisme kebudayaan,” ujar Tinangon yang juga Ketua Penggerak Gerakan Minahasa Muda (GMM) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar